ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN PLASENTA PREVIA TOTALIS

I. Pengertian
Menurut De Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5:
1. Plasenta previa sentralis (totalis)
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta precia lateralis
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan di tutupi oleh plasenta
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
1. Plasenta previa totalis
Adalah seluruh osatium ditutupi plasenta
2. Plasenta previa partialis
Adalah sebagian ditutupi plasenta
3. Plasenta letak rendah
Adalah tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba

Menurut broune:
1. Tingkat 1: lateral Plasenta previa
Adalah pinggir bawah Plasenta berisi sampai kesegmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
2. Tingkat 2: margina Plasenta previa
Adalah plasenta mencapai pinggir pembukaan
3. Tingkat 3: complete Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap


4. Tingkat 4: center Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap
Plasenta previa
Adalah keadaan dimana Plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
(dikutip dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta)

II. Etiologi
Menurut Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta, beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan kekerapan terjadi plasenta previa, yaitu:
1. Paritas
Makin banyak paritas ibu, makin besar kemungkinan mengalami plasenta previa
2. Usia ibu pada saat hamil
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih seding dari pada umur di bawah 25 tahun
3. Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
4. Endometrium
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan mual plasenta
5. Korpus luteum bereaksi lambat
Dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepasi
6. Tumor-tumor
Seperti mioma uter, polip endometrium
7. Kadang- kadang pada malposisi


III. Tanda dan Gejala
Menurut Departemen Kesehatan RI 1996. Jakarta
Gejala utama
Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama.
Gambaran klinik
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak perdarahan yang terjadi pertama kali, biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang
4. Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin letak lintang atau letak sungsang
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan

IV. Diagnosis
Menurut Prof. Dr. Rudstam Mochtar MPH. 1998 Jakarta.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan:
1. Anamnesis
a. Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah sakit ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjutan (trimester III)
b. Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan perulang (recurrent), kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah di penuhi dengan dara. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dari yang sebelumnya. Sebab dari perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek yang disebabkan oleh:
1) Terbentuknya segmen bawah rahim
2) Terbentuknya ostium atau oleh malipulasi intravaginal atau raktal
2. Inspeksi
a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak, sedikit darah beku dan sebagainya
b. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat / anemis.
3. Palpasi abdomen
a. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
b. Sering di jumpai kesalahan letak
c. Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau menggolak di atas pintu atas pinggul
d. Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
4. Pemeriksaan inspekula
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dilihat dari mana asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah dan lain-lain.
5. Pemeriksaan radio-isotop
a. Plasentografi jaringan lunak
Yaitu membuat foto dengan sinar roentgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.
b. Sitrografi
Kosongkan kandung kemih, lalu dimasukkan 40cc larutan NaCl 12,5 , kepala janin di tekan kearah pintu atas panggul lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan plasenta previa
c. Plasentografi indirik
Yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior, dengan cara menghitung antara jarak kepala-simfisis dan kepala promotorium
d. Arteriografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam arteri femoralis, karena plasenta sangat akan pembuluh darah maka ia akan banyak menyerap zat kontras.
e. Aminografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam rongga amnion, lalu di buat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong di luar janin dalam rongga rahim
f. Radio isotop plasentografi
Dengan menyuntikan zat radio aktif RISA (Radio Iodinateol Serum Albumin) decara intra vena, lalu diikuti dengan detektor GMC
g. Ultrasonografi
Cara ini sangat terapi dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin
6. Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh di bidang abstetrik untuk diagnosis plasenta previa, walaupun ampuh namun kita harus berhati-hati, karena bahayanya juga sangat besar.
a. Bahaya pemeriksaan dalam
1. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
2. Terjadi infeksi
3. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
b. Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam
1. Pasang infus dan persiapan donor darah
2. Pemeriksaan dilakukan di kamar bedah, dengan fasilitas operasi lengkap
3. Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut
4. Jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikasi, tetapi raba dulu bantalan antara janin dan kepala janin pada forniks.
5. Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan
c. Kegunaan pemeriksaan dalam
1. Menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh plasenta previa atau oleh sebab-sebab lain:
2. Menentukan jenis klasifikasi plasenta previa, supaya dapat diambil sikap dan tindakan yang tepat.
d. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
1. Perdarahan banyak, lebih dari 500cc
2. Perdarahan yang sudah berulang-ulang
3. perdarahan sekali, banyak, dan Hb dibawah 8gr% kecuali persiapan darah ada.
4. His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim.

V. Pemantauan Pada Ibu dan Janin
Menurut Vicky Chapman, 2006, Jakarta
1. Tanda vital
Pantau dengan ketat tanda vital ibu, takikardia biasanya tanda pertama gangguan janin karena kehilangan darah.
2. Infus intravena
Untuk mengganti cairan, pastikan cairan IV berjalan lancar, dokter mungkin mempertimbangkan pemberian produk darah
3. Pengukuran kehilangan darah
Gantilah dan amankan balutan yang basah dengan bijaksana namun pastikan privasi ibu saat melakukannya, jagalah perbandingan yang selalu diperbaharui kehilangan darah dan perkiraan terukur pada kartu cairan.
4. Kemungkinan diperlukan anestesi
Pastikan bahwa dokter telah di beri informasi dan dapat mengkaji situasi ibu tentang kemungkinan memerlukan anestesi berikut juga antasida / atau penghambat ion hidrogen reguler karena anestesi berikan juga antasida/ penghambat ion hidrogen reguler karena anetesia darurat mungkin di periksa.
5. Pantau denyut jantung janin
Perubahan DJJ mendadak atau abnormal (seperti peningkatan takikardi) bisa menunjukkan adanya gangguan yang disebabkan oleh kehilangan darah berat. Lakukan respon segera terhadap pola abnormal.

VI. Pengaruh Plasenta Terhadap Kehamilan (menurut dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH. 1998 Jakarta)
Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir kedalam pintu atas panggul. Sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin.
Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulan darah pada serviks. Selain itu, jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.

VII. Penanganan
1. Penanganan pasif menurut Prof. Sarwono Prawiroharjo, Sp 06. 1997. Jakarta)
a. Perhatian
Tiap-tiap perdarahan dari ketiga yang lebih dari show, harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi
b. Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartum kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat janin dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika. Progestin atau progesteron observasilah dengan teliti.
c. Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor untuk tranfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk segera ke rumah sakit dimana terdapat fasilitas operasi dan tranfusi darah.
e. Bila kekurangan darah, berikanlah tranfusi darah dan obat-obatan penambah darah.
2. Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
a. Jenis plasenta previa
b. Perdarahan : banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang
c. Keadaan umum ibu hamil
d. Keadaan janin : hidup, gawat atau meninggal
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas atau jumlah anak hidup

VIII. Penanganan plasenta previa sentralis (totalis)
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar MPH, 1998, Jakarta)
a. Untuk menghindari perdarahan yang banyak, maka pada plasenta previa sentralis dengan janin hidup atau meninggal, tindakan yang paling baik adalah seksio sesarea.
b. Persalinan perabdominal dengan seksio sesarea.
Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa :
1. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
2. Semua plasenta previa lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
3. Semua plasenta previa dengan tindakan tindakan-tindakan yang ada.
4. Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang perdarahan pada bekas insersi plasenta kadang-kadang berlebihan dan tindakan dapat diatas dengan cara-cara yang ada.

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN
PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N
DI RB. BUAH HATI
TAHUN 2009


I. PENGUMPULAN DATA DASAR
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Istri : Ny N Nama Istri : Tn. J
Umur : 37 Tahun Umur : 40 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wirasuasta
Suku : Jawa Suku : Palembang
Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang

B. Anamnesia pada tanggal 15 Oktober 2009 pukul: 08.00 WIB
1. Alasan kunjungan saat ini
Ibu mengatakan hamil anak ke-2 usia kehamilan 8 bulan ibu mengeluh ada pengeluaran darah pervaginam dua kain basah, secara tiba-tiba.
2. Riwayat haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 tahun
Banyaknya : 2-3 x ganti pembalut
Lamanya : 7-8 hari
Sifat darah : merah, encer, bercampur gumpalan
HPHT : 5 Maret 2009
TP : 12 Desember 2009
3. Riwayat perkawinan
Ibu menikah 1 kali, status perkawinan syah sebagai istri pertama, usia pernikahan 1 tahun, usia saat menikah 20 tahun lama perkawinan 17 tahun
4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
No. Tgl./ Th. Lahir Usia kehamilan Jenis persalinan Penolong Penyulit kehamilan dan persalinan JK BB PB Keadaan anak sekarang
1 1997 9 bulan Spontan Bidan Tidak ada L 3000 50 Sehat

5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Trimester I : 2 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan mual dan muntah
Anjuran : Banyak istirahat, makan dengan porsi sedikit tapi sering
b. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan sering merasa cepat lelah dan pegal-pegal
Anjuran : Ajarkan ibu senam hamil, banyak istirahat, dan makan makanan yang bergizi dan minum tablet Fe.
c. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 2 kain basah.
Anjuran : istirahat cukup, kurangi aktivitas yang berat, dan periksa kehamilannya ke bidan.
6. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga
a. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang di derita
Klien tidak pernah menderita penyakit yang serius seperti jantung, hipertensi, hepar, DM, anemia, campak, malaria, TBC. Gagguan mental dan operasi.
b. Prilaku kesehatan
Klien tidak pernah minum-minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sejenisnya serta klien tidak pernah meminta jamu atau rokok, pencucian vagina dilakukan dengan menggunakan sabun setiap kali mendi, BAK dan BAB.
c. Immunisasi
Ibu mengatakan immunisasi
TT I pada kehamilan 4 bulan tanggal 5 Juli 2009 di BPS Bunda
TT II pada kehamilan 5 bulan tanggal 5 Agustus 2009 di BPS Bunda
7. Riwayat psikologis
a. Ibu senang dengan kehamilan saat ini karena kehamilan ini sudah di rencanakan
b. Ibu dan keluarga berharap semoga dalam kehamilan dan persalinan nanti berjalan normal tidak ada halangan suatu apa pun.
8. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
1) Sebelum hamil : Makan 3x sehari dengan porsi 1 piring nasi, ½ mangkuk sayur, lauk tempe, dan buah. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
2) Sesudah hamil : Makan 2x sehari ibu mengatakan kurang nafsu makan. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
b. Eliminasi
1) Sebelum hamil : BAB 1x sehari BAK : 5-6 x sehari
2) Sesudah hamil : BAB 1x sehari BAK : 8-9 x sehari
c. Istirahat dan tidur
1) Sebelum hamil : ibu tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1 jam
2) Sesudah hamil : ibu tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang 1 jam ibu mengatakan sering terbangun pada malam hari

d. Personal hygiene
Sebelum hamil dan saat hamil ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari dan keramas 2 x seminggu
e. Aktivitas / olah raga
Ibu hanya mengerjakan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, ibu hanya melakukan aktivitas yang ringan dan ibu tidak pernah berolah raga.
f. Seksualitas dan kontrasepsi :
2x seminggu sebelum hamil ibu tidak pernah menggunakan kontrasepsi

C. Pemeriksaan
1. Keadaan umum
a. kesadaran : composmentis
b. tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg
RR : 22 x / menit
Nadi : 88 x / menit
Temperatur : 37oC
c. Berat badan : Sebelum hamil : 50 kg
Sesudah hamil : 60 kg
Kenaikan BB selama hamil : 10 kg
d. Tinggi badan : 157 cm
e. Ukuran lila : 24 cm

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Rambut : lurus, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok keadaan bersih
2) Muka : bentuk simetris, pucat, tidak ada oedema
3) Mata : bentuk simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva pucat, seklera tidak ikterik, berfungsi dengan baik, keadaan bersih
4) Hidung : bentuk simetris, keadaan bersih, dan tidak ada pembesaran polip
5) Mulut : tidak ada kelalinan , tidak terdapat stomatitis, keadaan gigi bersih, tidak ada carises, tidak ada pembesaran tonsil
6) Telinga : bentuk simetris, keadaan bersih, fungsi pendengaran baik
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limpa, dan tidak ada pembengkakan vena jugularis
8) Dada : pernafasan baik tidak ada rochi dan wheezing, payudara menonjol hiperpigmentasi , tidak ada benjolan, abnormal, colostrums belum keluar.
9) Abdomen : bentuk simetris, membesar sesuai dengan usia kehamilan, tidak ada cacat, tidak ada bekas operasi, tidak ada nyeri tekan pada saat dipalpasi.
10) Punggung : normal tidak ada kelainan
11) Genetalia : ada pengeluaran darah pervcaginam banyaknya 200cc. tidak ada hemaroid, varisesdan oedema
12) Ektermitas : bentuk simetris, tidak ada cacat, tidak ada oedema, dapat berfungsi dengan baik

b. Palpasi
1) Leopold I : TFU terpegang antara Px dengan pusat, pada fundus teraba keras bundar melenting yang berarti kepala
2) Leopold II : Perut ibu sebelah kiri teraba lebar dan memberikan tahanan yang besar berarti punggung janin. (PUKI) perut sebelah kanan teraba bagian-bagian janin yang kecil berarti extremitas.
3) Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba ada satu bantalan yang mengganjal pada bagian segmen bawah rahim.
4) Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP (divergen)
5) Mic Donald : 30cm
6) TBJ : (30-12) x 155 = 2790 gram

c. Palpasi
1. Jantung : Denyut jantung tidak teratur, takikardi, tidak terdengar mur-mur
2. Paru-paru : Tidak terdengar ronchi dan whezing
3. DJJ : positif, denyut jantung tidak terdengar, takikardi, 158 x/menit
d. Perkusi : Reflek patella positif dan reflek babinski negatif
3. Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 9,4gr%
Protein urine : (-)
Redaksi : (-)
4. Pemeriksaan penunjang :
USG : pada USG terlihat ada bagian yang menutupi jalan lahir yaitu plasenta



II. INTERPRESTASI DATA DASAR, DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN
1. Diagnosa
Ibu G2P1A0 hamil satu minggu, janin tunggal, hidup, memanjang, intrauteri, PUKI, presentasi bokong, belum masuk PAP, ibu plasenta previa totalis
Dasar
a. Ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 200cc atau 2 kain basah yang bercampur stosel secara tiba-tiba
b. Pada saat palpasi dirasakan ada suatu bantalan yang mengganjal pada segmen bawah rahim
c. Bagian terbawah janin belum turun
d. Dijumpai kesalahan letak janin yaitu bukan presentasi kepala
e. Tidak terdapat nyeri tekanan pada saat palpasi
f. Leopold I : TFU 30 cm, pertengahan Px dan pusat, TBJ : 2790 gram
g. Leopold II : PUKI
h. Leopold III : Teraba bantalan pada segmen bawah rahim
i. Leopold I V : Bagian terbawah janin belum masuk PAP
j. DJJ : 158 x/menit
k. Hb : 9,4 gram
l. HPHT : 5 Maret 2009
m. TP : 12 Desember 2009
n. Ibu mengatakan hamil anak ke-2
2. Masalah
a. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cemas karena mengeluarkan darah banyak
2) Jumlah perdarahan 2 kain basah atau 200cc
3) Terjadi perdarahan secara tiba-tiba
b. Gangguan aktivitas sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cepat merasa lelah
2) Ibu tidak boleh banyak beraktivitas karena akan memperbanyak perdarahan
3) Ibu mengatakan cepat merasa pegal-pegal pada pinggang
3. Kebutuhan
a. Penyuluhan tentang istirahat ibu
1) Anjurkan ibu untuk beristirahat total / tirah baring
2) Jangan banyak melakukan gerakan atau aktivitas
b. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam
Ganti pembalut bila basah
c. Segera hubungi tenaga kesehatan jika terjadi perdarahan yang lebih hebat
d. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1) Makan makanan yang bergizi serta vitamin C dan zat besi
2) Makan sedikit tapi sering
e. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
1) Pemberian pemasukan yang cukup dengan adanya perdarahan
2) Pemberian nutrisi melalui pemberian cairan infuse RL atas
f. Memberikan dukungan psikologis kepada ibu
1) Katakan kepada ibu bahwa ibu harus kuat dan sabar karena dapat melalui semuanya dengan baik
2) Beri penyuluhan tentang persiapan persalinan
g. Observasi tanda-tanda vital
1) Observasi DJJ secara ketat
2) Anjurkan ibu untuk miring kiri untuk memberikan oksigenasi pada janinnya
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
1. Potensial terjadi perdarahan anterpartum pada ibu
2. Potensial terjadi gawat janin
3. Potensial terjadi aspeksia pada bayi

IV. IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA DAN KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter segera mungkin jika terjadi komplikasi yang lebih hebat
1. Penatalaksanaan perdarahan antepartum
2. Penatalaksanaan aspeksia pada BBL

V. RENCANA MANAGEMEN
1. Jelaskan pada ibu kondisinya saat ini
a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
b. Jelaskan kondisi kehamilan ibu saat ini
2. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam dan tanda-tanda vital
a. Ganti pembalut bila basah
b. Pantau DJJ secara ketat
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. anjurkan ibu untuk tiram baring, beristirahat total
b. anjurkan ibu untuk miring kiri
4. Memberikan dukungan psikologis pada ibu
a. Anjurkan ibu untuk pada ibu teknik relaksasi untuk memberikan rasa nyaman pada ibu
b. Libatkan anggota keluarga untuk memberikan dukungan psikologis pada ibu
5. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1. anjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi
2. beri ibu tablet Fe dan vitamin C
3. anjurkan ibu untuk sedikit makan tapi sering
6. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
Pemberian pemasukan nutrisi yang cukup karena adanya perdarahan
7. Jelaskan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan persalinan secara normal tetapi harus secara seksio sesarea karena ada plasenta yang menutupi jalan lahir

VI. IMPLEMENTASI
1. Memberi tahu ibu tentang hasil pemeriksaan
a. menjelaskan pada ibu kondisinya saat ini, kehamilan ibu mengalami komplikasi dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim
b. mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi kehamilan dengan memeriksa inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan pemeriksaan laboratorium
c. menganjurkan ibu untuk segera memeriksa kehamilan jika terjadi perdarahan yang lebih lanjut
d. melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan untuk rajin memeriksakan kehamilannya
2. Mengobservasi banyaknya perdarahan dan tanda-tanda vital
a. banyak perdarahan pervaginam sebanyak 2 kain basah atau 200cc
b. memberitahukan kepada ibu segera ganti softex bila sudah basah.
c. memantau denyut jantung janin
d. menjelaskan pada ibu bahwa akan terjadi perdarahan dengan tiba-tiba
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. menjelaskan pada ibu untuk beristirahat total atau tiram baring
b. beritahu kepada ibu untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat, seperti mencuci pakaian, mengangkat air, mengepel, menyapu, dll.
c. Menjelaskan kepada ibu untuk miring ke kiri untuk memberikan oksigenisasi kepala janinnya
4. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
a. menjelaskan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang
b. memberikan ibu tablet Fe dengan dosis 1x sehari selama 30 hari dan vitamin C dengan dosis 3 x sehari
5. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
a. pemberian pemasukan cairan dan nutrisi karena adanya perdarahan memberitahukan kepada ibu untuk sering makan walaupun sedikit

VII. EVALUASI
1. Ibu mengerti tentang kondisi kehamilannya saat ini, bahwa ibu mengalami sebuah komplikasi dalam kehamilannya dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim ibu hamil 32 minggu, TFU pertengahan pusat-Px, DJJ (+), bagian terbawah janin belum masuk PAP
2. Ibu mengerti apa yang ia lakukan jika terjadi perdarahan atau komplikasi kembali dan ibu mengerti tentang perdarahan yang ia alami
3. Ibu mengerti tentang pentingnya istirahat total atau tirah baring untuk mengurangi terjadinya perdarahan
4. Ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi dan gizi bagi ibu hamil
5. Ibu mengerti tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
6. Ibu mau mengikuti saran bidan untuk melakukan persalinan secara seksio sesarea
DAFTAR PUSTAKA


Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta

Chaman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. EGC: Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2006. Perdarahan Antepartum. Departemen Kesehatan RI: Jakarta

"

MENGENAI AHMADIAH

Assalaamu’alaikum wr. wb.
Ahmadiyah adalah sebuah sekte yang dibentuk oleh Negara Inggris untuk memecah belah kekuatan umat Islam di Pakistan pada zaman penjajahan Inggris di sana. Kesesatan Ahmadiyah yang nyata adalah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah nabi Muhammad SAW, padahal Allah SWT dengan tegas menyatakan di dalam Al Qur’anulkarim surat Al-Ahzab ayat 40 yang artinya :
BUKANLAH MUHAMMAD ITU AYAH DARI SEORANG ANAK DARI KALIAN MELAINKAN DIA ADALAH UTUSAN ALLAH DAN NABI PENUTUP
Ahmadiyah juga telah mengakui bahwa kitab Attazkiroh adalah wahyu dari Allah SWT kepada Mirza Ghulam Ahmad yang diyakini sebagai kitab suci setelah Al Qur’anulkarim, padahal Allah SWT menjelaskan dalam Al Qur’anulkarim surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya :
HARI INI TELAH AKU SEMPURNAKAN AGAMAMU DAN TELAH AKU GENAPKAN NIKMATKU ATASMU DAN AKU RIDHO ISLAM SEBAGAI AGAMA BAGIMU
Ayat ini menunjukan bahwa Al Qur’an itu adalah kitab suci terakhir dan diwahyukan kepada nabi terakhir.dan banyak lagi kesesatan-kesesatan Ahmadiyah yang lain di antaranya, mengkafirkan umat Islam selain kelompok mereka, berhaji tidak usah ke Mekah tapi cukup ke Qodian (Pakistan) dan lain-lain. Atas desakan umat Islam selama bertahun-tahun untuk membubarkan Ahmadiah, akhirnya pemerintah mengeluarkan SKB (surat keputusan bersama) tiga menteri yang isinya hanya berupa peringatan dan pelarangan kegiatan Ahmadiyah yang menyimpang, di mana SKB ini menuai kontroversi di kalangan umat Islam.

Askep Sectio Caesarea (Seksio Sesaria)

Pengertian Sectio Caesaria (Seksio Sesaria)


Ada beberapa pengertian mengenai sectio caesaria :
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
askep-sc 

Jadi operasi Seksio Sesaria ( sectio caesarea ) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin ( persalinan buatan ), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat.
Indikasi Sectio Caesaria

Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Indikasi sectio caesaria pada Ibu
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Disfungsi uterus
Distosia jaringan lunak
Plasenta previa
His lemah / melemah
Rupture uteri mengancam
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Problema plasenta
Indikasi Sectio Caesaria Pada Anak
Janin besar
Gawat janin
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Fetal distress
Kalainan letak
Hydrocephalus
Kontra Indikasi Sectio Caesaria :
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat  sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Sarwono, 1991)
Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea

1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
  • Mengeluarkan janin dengan cepat
  • Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
  • Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
  • Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
  • Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
  • SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
  • Penjahitan luka lebih mudah
  • Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
  • Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
  • Perdarahan tidak begitu banyak
  • Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
  • Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri  pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
  • Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut (Mochtar, Rustam, 1992) :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
Prognosis Operasi Sectio Caesarea

Pada Ibu
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 %. (Sarwono, 1999).
Komplikasi Operasi Sectio Caesarea

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
Pemeriksaan Diagnostik
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
Pemantauan EKG
JDL dengan diferensial
Elektrolit
Hemoglobin/Hematokrit
Golongan darah
Urinalisis
Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker, Susan Martin, 1998)
Asuhan Keperawatan Sektio Caesaria
1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan
output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi:
a.Kaji kondisi status hemodinamika.
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah.
b.Ukur pengeluaran harian.
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan harian.
c.Berikan sejumlah cairan pengganti harian.
R/ Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.
d.Evaluasi status hemodinamika.
R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan: Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi:
a.Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk.
b.Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi.
c.Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Mengistiratkan klien secara optimal.
d.Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien.
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan.
e.Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
R/ Menilai kondisi umum klien.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post operasi
Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.
Intervensi:
a.Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.
R/ Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala
maupun dsekripsi.
b.Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri.
c.Ajarkan teknik distraksi.
R/ Pengurangan persepsi nyeri.
d.Kolaborasi pemberian analgetika.
R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka
operasi.
Intervensi:
a.Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka operasi.
R/ Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
b.Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi.
R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.
c.Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.
d.Lakukan perawatan luka.
R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.
e.Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi.
R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.
Daftar Pustaka

Allen, Carol Vestal, (1998) Memahami Proses Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
Hamilton, Persis Mary,(1995) Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6, EGC. Jakarta.
Ibrahim S. Cristina,(1993) Perawatan Kebidanan, Bratara Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde, (1998), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC. Jakarta.
Martius, Gerhard, (1997), Bedah Kebidanan Martius, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Muchtar, Rustam,(1998), Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta.
Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
Sarwono Prawiroharjo,(1999)., Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Tucker, Susan Martin, (1998), Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Artikel yang Berhubungan
Download Kumpulan Askep
Askep AML
Askep Meningitis

askep stomatitis

2.1 Definisi
Sariawan merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan yang timbul di rongga mulut. Namun biasanya jenis sariawan yang sering timbul sehari-hari pada rongga mulut kita disebut (dalam istilah kedokteran gigi) adalah Stomatitis Aftosa Rekuren. Sariawan atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut.
2.2 Etiologi
Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun para ahli telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan ini, diantaranya adalah :
Penyebab yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :
- Kebersihan mulut yang kurang
- Letak susunan gigi/ kawat gigi
- Makanan /minuman yang panas dan pedas
- Rokok
- Pasta gigi yang tidak cocok
- Lipstik
- Infeksi jamur
- Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)
- Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
Bagian dari penyakit sistemik antara lain :
- Reaksi alergi : seriawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis
makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
- Hormonal imbalance
- Stres mental
- Kekurangan vitamin B12 dan mineral
- Gangguan pencernaan
- Radiasi.
Infeksi virus dan bakteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya Sariawan ini. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut. Dan imunologik sangat erat hubungannya dengan psikologis (stress). Faktor psikologis (stress) telah diselidiki berhubungan dengan timbulnya stomatitis (sariawan) di sebagian besar masyarakat.
Klasifikasi Stomatitis
a. Stomatitis Primer, meliputi :
- Recurrent Aphtouch Stomatitis (RAS)
Merupakan ulcer yang terjadi berulang. Bentuknya 2 – 5 mm, awal lesi kecil, dan berwarna kemerahan. Akan sembuh ± 2 minggu tanpa luka parut.
- Herpes Simplek Stomatitis
Stomatitis yang disebabkan oleh virus. Bentuknya menyerupai vesikel.
- Vincent’s Stomatitis
Stomatitis yang terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun. Etiologinya, bakteri normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora. Bentuk stomatitis ini erythem, ulcer dan nekrosis pada ginggival.
- Traumatik Ulcer
Stomatitis yang ditemukan karena trauma. Bentuknya lesi lebih jelas, dan nyeri tidak hebat.
b. Stomatitis Sekunder, merupakan stomatitis yang secara umum terjadi akibat infeksi oleh virus atau bakteri ketika host (inang) resisten baik lokal maupun sistemik.
2.3 Patofisiologi
Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien. Keadaan sebelum hadirnya penyakit seperti adanya kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan restorasi, penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat prostodontik, berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi bakteri dan jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan operculum, gigi palsu, dan penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan sebuah lahan yang subur buat organisme opportunistik dan pathogenistik yang mungkin berkembang pada infeksi lokal dan sistemik. Tambalan yang berlebih atau peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat lapisan mulut lebih buruk, menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan ulserasi local (stomatitis).
2.4 Manifestasi Klinis
a. Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam :
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 – 5 minggu.
Gambaran Klinis dari Stomatitis
a. Lesi bersifat ulcerasi
b. Bentuk oval / bulat
c. Sifat tersebar
d. Batasnya jelas
e. Biasa singulas (sendiri-sendiri) dan multiple (kelompok)
f. Tepi merah
g. Lesi dangkal
h. Lesi sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
Pemeriksaan laboratorium :
  • WBC menurun pada stomatitis sekunder
  • Pemeriksaan kultur virus ; cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
  • Pemeriksaan cultur bakteri ; eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis
2.6 Penatalaksanaan Medis
  • Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
  • Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya.
  • Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama
makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi.
  • Hindari stres
  • Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.
  • Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (ja¬ngan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan peng¬hilang rasa sakit topikal. Pe-ng¬¬o¬batan stomatitis aphtosa teru¬tama peng¬hilang rasa sakit topikal. Peng¬obatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus.
Digunakan satu dari dua terapi yang dianjurkan yaitu:
(1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
(2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari.
Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.
2.7 Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia
- Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
- Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
- Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
- Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
1. Komplikasi akibat kemoterapi
Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.
2.Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.
3.Komplikasi Akibat Pembedahan
Pada pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.
4.Komplikasi Oral
1.Mucositis/Stomatitis
Defenisi mucositis dan stomatitis sering tertukar dalam penggunaannya tetapi terdapat perbedaan yang besar diantara keduanya. Mucositis dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus, yang dapat dihasilkan akibat dari pennyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau radiasi ionisasi. Tipikal mucositis termanifestasi sebagai suatu eritematous, lesi seperti terbakar atau acak, focal to diffuse, dan lesi ulseratif. Mucositis dapat tereksaserbasi dengan factor lokal. Stomatitis merujuk pada suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada mukosa oral, dengan atau tanpa ulserasi dan dapat berkembang oleh faktor lokal seperti yang teridentifikasi pada etiologi/patofisiologi pada pembahasan ini. Stomatitis dapat menjadi berkadar ringan atau parah. Pasien dengan stomatitis yang parah tidak akan mampu memasukkan apapun kedalam mulutnya. Mucositis eritematous dapat terjadi 3 hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi secara umum berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mucositis ulseratif umumnya berlangsung 7 hari setelah kemoterapi. Dokter gigi harus waspada terhadap potensi berkembangnya toksisitas akibat peningkatan dosis atau lamanya perawatan pada percobaan klinik yang menunjukkan toksisitas gastrointestinal. Dosis tinggi kemoterapi seperti yang dilakukan pada perawatan leukemia dan pengaturan jadwal obat dengan infus berlanjut, berulang dan tidak terputus (seperti bleomycin, cytarabine, methotrexate dan fluororacil) sepertinya merupakan penyebab mucositis dibanding obat infus satu bolus dengan dosis yang setara. Mucositis tidak akan bertambah parah jika tidak terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh total dalam waktu 2-4 minggu. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut termasuk penilaian sebanyak dua kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan perawatan mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu akan tidur) malahan meningkatkan keparahan dari mucositis.
2.Infeksi
Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim imun yang menurun. Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif barrier terjadi pada infeksi lokal dan menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. Ketika ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika jumlah netrofil menurun sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan infeksi semakin meningkat. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan berada pada resiko tinggi buat perkembangan komplikasi infeksi yang serius.
Penggunaan antibiotik berkepenjangan pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut, menciptakan suatu lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan bahwa sekitar 70 % infeksi oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 % disusun oleh Herpex Simplex Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada pasien dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida Albicans, 25 % akibat HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV merupakan gejala paling umum pada infeksi oral viral.
3.Hemorrhage
Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm.
4.Xerostomia
Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual, dan jaringan glandula saliva minor.
Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan pembersihan mekanis, sering berkonstribusi pada dental karies dan penyakit periodontal yang progresif. Perkembangan dental karies berakselerasi dengan sangat cepat pada terjadinya xerostomia akibat hilangnya immunoprotein protektif yang merupakan komponen dari saliva. Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit).
Xerostomia menghasilkan perubahan didalam rongga mulut antara lain:
1.Saliva tidak melakukan lubrikasi dan menjadi menebal dan atrofi, yang akan
mengganggu kenyamanan pasien.
2.Kapasitas buffer menjadi tereliminasi, pada mulut kering yang bersih pH
umumnya 4,5 dan demineralisasi dapat terjadi.
3.Flora oral menjadi patogenik.
4.Plak menjadi tebal dan berat, debris tetap bertahan akibat ketidakmampuan
pasien untuk membersihkan mulut.
5.Tidak ada mineral (kalsium, fosfor, fluor) yang tersimpan pada permukaan gigi.
6.Produksi asam setelah terpapar oleh gula dihasilkan oleh demineralisasi
selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi
5.Nekrosis Akibat Radiasis
Nekrosis dan infeksi pada jaringan yang telah dilakukan penyorotan radiasi
sebelumnya (osteoradionekrosis) merupakan suatu komplikasi yang serius bagi
pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi
oral akibat terapi radiasi memerlukan terapi dental yang agresif sebelum, selama
dan setelah terapi radiasi untuk meminimalisasi tingkat keparahan (xerostomia
permanent, karies ulseratif, osteomyelitis akibat radiasi dan osteoradionekrosis).
2.8 Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas ( Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.
3.1.2 Riwayat sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama rasa nyeri di mulut
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga lebih mudah terkena stomatitis.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.
5. Pengkajian Psikososial :sterss, gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan
penampilan dari rongga mulut terhadap body image dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas : lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7. Riwayat nutrisi : kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan :
- Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang ( energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan).
- Penurunan berat badan
Biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.
3.1.3. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath) : Bau nafas, RR normal
B2 (Blood) : Hemorrhage (perdarahan) akibat kerusakan membrane mukosa oral,
resiko kekurangan volume darah.
B3 (Brain) : Nyeri
B4 (Bladder) : Secara umum tidak mempengaruhi kecuali jika ada kondisi dehidrasi
akibat intake cairan yang kurang
B5 (Bowel) : - Mukosa oral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah, rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah)
- Hipersalivasi
- Perubahan kulit mukosa oral, tampak bengkak dan kemerahan (hiperemi)
B6 (Bone) : Kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subyektif :
Pasien mengeluh nyeri saat mengunyah makanan.
Data Obyektif :
- Antropometri: penurunan berat badan
- Biokimia : Hb dan albumin menurun
- Klinik : perubahan kulit mukosa oral (bengkak dan kemerahan).
- Diet : makan tidak habis, nafsu makan menurun
Intoleransi pasta gigi, kurang vitamin C, oral hygene yang buruk
Kerusakan vaskular,selular,dan matrik
Perubahan mukosa
Nafsu makan berkurang
Risiko kekurangan nutrisi
Resiko kekurangan nutrisi
Data Subyektif :
Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
Data Obyektif :
- Suhu tubuh naik
- - Adanya lesi di membran mukosa oral
- Membran mukosa tampak
bengkak dan kemerahan
Alergen
Alergi dan defisiensi immunologi
Inflamasi (peradangan)
Pelepasan mediator inflamasi (prostalgadin)
Nyeri
Perubahan membran mukosa oral
Perubahan membrane mukosa oral
Data Subyektif :
Pasien mengatakan susah bergaul/berkomunikasi dengan orang lain.
Data Obyektif :
- Mukosa mulut tampak bengkak dan memerah (hiperemi)
Kerusakan vaskular,selular,dan matrik
Perubahan membran mukosa oral
Timbul lesi
Nyeri
Gangguan komunikasi
verbal Gangguan komunikasi verbal
Data Subyektif :
Pasien mengeluh lesu, lemas (malaise)
Data Obyektif :
- Membran mukosa kering
- Tekanan turgor turun
- Suhu badan naik
Inflamasi
Metabolisme meningkat
Hipertermi
Intake cairan kurang
Risiko kekurangan cairan
Risiko kekurangan cairan
Data Subjektif:
Pasian gelisah
Data Objektif:
- Perubahan mucosa oral
- Suhu tubuh naik
-Membran mukosa bengkak dan kemerahan Intoleransi pasta gigi, kurang vitamin C, oral hygene yang buruk
Peradangan (inflamasi)
Kerusakan membran mukosa
nyeri
Nyeri
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi)
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral
3. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan perubahan mucosa oral penurunan keinginan untuk makan sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut
5. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan kurang akibat proses inflamasi.
3.4 Intervensi dan Rasional
1. Diagnosa Keperawatan : Perubahan mukosa oral berhubungan dengan proses
peradangan (inflamasi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan mukosa oral
kembali normal dan lesi berangsur sembuh.
Kriteria Hasil :
- Mukosa oral kembali normal (tidak bengkak dan hiperemi)
- Lesi berkurang dan berangsur sembuh.
- Membran mukosa oral lembab
Intervensi Rasional
Mandiri :
- Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya stomatitis (oral hygene yang buruk, kurang vitamin C, kondisi stres, makanan/minuman yang terlalu panas dan pedas)
- Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran mukosa oral
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur
Health education :
- Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.
- Ajarkan oral hygene yang baik
Observasi :
- Catat adanya kerusakan membran mukosa ( bengkak, hiperemi/kemerahan)
- Personal hygene yang buruk, asupan nutrisi yang kurang vitamin C, kondisi psikologis (stres) merupakan pemicu terjadinya stomatitis
- Stomatitis bisa mengakibatkan
komplikasi yang lebih parah jika
tidak segera ditangani
- Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi dan obat kumur bisa menghilangkan kuman-kuman di mulut sehingga bisa mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut.
- Reaksi alergi bisa menimbulkan infeksi
- Oral hygene yang baik bisa
meminimalisir terjadinya stomatitis
- Membran mukosa yang bengkak dan
hiperemi adalah indikasi adanya
peradangan.
2. Diagnosa Keperawatan :Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi Rasional
Mandiri :
- Beri nutrisi dalam keadaan lunak ; porsi sedikit tapi sering.
- Pantau berat badan tiap hari
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum peroral
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet
Health education :
- Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
Observasi :
- Catat kebutuhan kalori yang dibutuhkan
- Monitor Hb dan albumin
- Makanan yang lunak meminimalkan kerja mulut dalam mengunyah makanan.
- Nutrisi meningkat akan meningkatkan
berat badan
Agar nutrisi klien tetap terpenuhi
- Tubuh yang sehat tidak mudah untuk terkena infeksi (peradangan)
- Adanya kalori (sumber energi) akan mempercepat proses penyembuhan
- Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun
3. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa
oral
Tujuan : Membran mukosa oral kembali normal
Kriteria Hasil :
- Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulut
- Tidak bengkak dan hiperemi
- Suhu badan normal
Intervensi Rasional
Mandiri :
- Memberikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat kimia
- Menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin
- Menghindari pasta gigi yang merangsang
- Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makanan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid
Health education :
- Beri penjelasan tentang faktor penyebab
- Menganjurkan klien untuk memperbanyak
mengkonsumsi buah dan sayuran terutama
vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi
Observasi :
- Monitor kandungan vitamin C, vitamin B12, zat besi dan mineral
- Kaji status nutrisi
- Makanan yang merangsang, terlalu panas dan terlalu dingin, serta pasta gigi yang merangsang dapat menimbulkan nyeri di bagian yang sariawan
- Analgesic dapat mengurangi rasa nyeri
Dan kotikosteroid untuk mengurangi peradangan.
- Jika klien mengetahui factor penyebab maka klien dapat mencegah hal tersebut terjadi kembali.
- Sayuran, Vitamin B 12, Vitamin C dan
zat besi dapat mencegah terjadinya
sariawan.
- Adanya vitamin C, vitamin B12, zat besi, dan mineral merupakan faktor yang dapat mencegah terjadinya stomatitis
- Nutrisi yang meningkat akan memperceoat proses penyembuhan
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri
di mukosa mulut
Tujuan : Mengalami perubahan konsep diri, dan peningkatan harga
diri
Kriteria Hasil :
- Klien mau bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain
- Klien mengalami peningkatan harga diri dan konsep diri
- Nyeri berkurang
Intervensi Rasional
Mandiri :
- Berikan kondisi lingkungan yang nyaman untuk klien
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid
Health education :
- Beri penjelasan dan pengetahuan
mengenai konsep diri
- Dorong klien untuk ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan
Observasi :
- Catat perubahan perilaku klien
- Lingkungan yang nyaman akan membuat klien aktif dalam beraktifitas
- Analgesic dapat mengurangi rasa nyeri dan kortikosteroid dapar mencegah peradangan akibat kerusakan membran mukosa
- Konsep diri penting untuk meningkatkan hubungan sosial
antar sesama
- Dengan mengikuti kegiatan akan mudah untuk beradaptasi dengan kondisi sekitar sehingga bisa mengurangi stres
- Perubahan perilaku tanda bahwa klien mengalami peningkatan harga diri dan konsep diri
5. Diagnosa Keperawatan : Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake
cairan yang kurang akibat proses inflamasi membran
mukosa oral
Tujuan : Intake cairan kembali normal
Kriteria Hasil :
- Klien mengalami peningkatan aktivitas
- Membran mukosa oral basah
- Tekanan turgor kembali seperti semula.
Intervensi Rasional
Mandiri :
- Pemberian cairan melalui infus ( NaCl
0,9 % /isotonik, atau RL)
- Pantau pemasukan cairan perhari
( normal 8 gelas/hari)
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antibiotik dan
obat kumur
Health education :
- Dorong klien untuk minum kurang lebih 8 gelas/hari
- Berikan informasi tentang pentingnya mengkonsumsi buah-buahan, dan sayur-sayuran
Observasi :
- Catat perubahan membran mukosa oral, dan tekanan turgor
- Kaji adanya perubahan aktivitas
- Pemasangan infus untuk menghindari tubuh kehilangan banyak cairan
- Peningkatan metabolisme dapat dikurangi dengan intake cairan yang adekuat
- Antibiotik dapat digunakan untuk mencegah inflamasi lebih lanjut sehingga kenaikan metabolisme dapat dicegah dan obat kumur bisa menghilangkan kuman-kuman di mulut sehingga bisa mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut.
- Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
- Buh-buahan dan sayuran banyak mengandung vitamin, mineral, dan zat-zat yang diperlukan oleh tubuh
- Membran mukosa oral basah, dan tekanan turgor kembali seperti semula indikasi tidak terjadinya dehidrasi
- Aktivitas yang meningkat menunjukkan bahwa tubuh tidak kekurangan cairan